Senin, 25 Desember 2017

Mimpi Niana

"Tar, aku ingin pulang ke  Bogor"
Niana berkata pada Batara namun pandangan serta imajinya selingkuh entah pada apa.
"Ha?"  Tanya Batara lebih kepada tak yakin.
"Kampung halaman kamu kan di Manado, Na"
"Tapi di bogor tenang, tanpa ambisi, beberapa daerahnya sejuk. Nanti aku akan beli rumah di sana. Setiap sore aku membawa baki teh milikku dan suamiku. Syukur-syukur saat itu gunung salak meletus. Aku bisa mati dalam damai"
"Kamu lari dari kenyataan"
uap asap mengepul dari corong bibir Batara.
"Iya, mungkin"
Niana tau, tanpa harus Batara beri tau. Ia paling mengenal dirinya sendiri. Paling intim ketika ia menangis sesengukan kemudian kepayahan bernafas.
"nanti, di depan rumah aku ada pohon rimbun kamu boleh sesekali main ke rumahku, Tar."
Bagaimana kalau aku yang serumah denganmu, Niana?
Ungkapan cinta yang diperam terlalu lama oleh Batara. Tidak diungkapkan, pledoinya, akan merusak persahabatan.
"Aku mau ke Bogor ya, Tar"
"Lagi?" Tanya Batara.
"Iya, kangen sama Ciliwung pengen ngopi dan nulis puisi di sana"
Batara menjawab dengan anggukan. Punggung Niana menghilang di balik pagar bergaya vintage milik coffeshop yang dari tadi mereka singgahi.
"Niana, nanti aku akan mengabulkan mimpimu Rumah di Bogor, pohon rimbun. Dan juga mimpiku"
Gambar: istimewa

Jumat, 22 Desember 2017

Jangan Kasihani Aku

Aku di sudut gelap menimbang-nimbang ingin jadi apa. Pikiranku hanya satu, seorang ibu dari lembaran-lembaran manis bernama buku.

Menikmati setiap kelahiran anak-anakku dari tiap-tiap kelahiran. Ku upayakan agar si bungsu jauh lebih baik dari kakaknya, selalu begitu.

Aku ingin jadi seorang ibu
Tidak saudagar kaya
Tidak pegawai negeri sipil
Pengembara? Aku akan pikirkan itu nanti.

Aku mau punya rumah di hutan dan berteman dengan siamang. Di samping rumahku ada jemuran dari kayu. Burung-burung nakal kadang membuang tahi di sana makanya ada jejak-jejak putih pada sisi pinggirannya.

Aku serius.

Tapi hidupku memiliki mata rantai.
Aku bisa saja bebas. Terlepas.
Tapi aku tidak memiliki cukup rasa tega.
Hidupku bukan milikku saja.

Sudah, jangan kasihani aku.
Aku tidak baik-baik saja.

Alam Ku Rindu

Aku mau ke hutan
Ke lembah
Ke sungai
Tempat yang bikin pasrah dan basah

Kan kubawa ranselku
Isi baju, isi buku balsam dan sisir kutu
Diteduhi rimbun daun
Basah oleh embun

Kutinggalkan ku punya kamera
Alamku
Hanya ada kita di sana
Bermesra sampai kulupa aku siapa

Alamku
Ku rindu

Riau, Desember 2017

Minggu, 17 Desember 2017

Rindu

Rindu basah bias ejekan sungai beraroma anyir
Tidak sudi berkompromi dengan uap kopi  awam
Ampas hitam menempel di piring tatakan.
Karpet merah kotak-kotak sisa piknik
Satu ceret
Satu gelas
Dan sepasang sepatu
Kedinginan sendirian

Marpoyan, 16 Desember 2017

Sabtu, 14 Oktober 2017

Pohon Jambu

                                                    foto : Istimewa


Aku ingin halaman rumahku, ditanami pohon jambu
Agar kelak anak-anakku
Tahu akan manisnya daging buah jambu

Aku ingin di sebelah pohon jambu
Agak lima hasta, ditanami rumpun tebu
Agar nanti sepupu dari cucuku
mengetahui tanaman berbulu itu bernama tebu

kelak saat aku nanti tak lagi ada
anak dan cucuku mengingatku lewat pohon jambu juga tebu

aku mau pohon jambu dan tebu
mengiringi tumbuh kembang keturunanku
juga sholat lima waktu

kelak ketika mereka bermain di bawah pohon jambu
mereka akan digigit serangga pemilik rumpun tebu
supaya ia tahu, betapa indahnya saat alam mengajak bercumbu


Bekasi, 14 Oktober 2017

Rabu, 04 Oktober 2017

Tanah Darah


Tatapan lelah
Peluh mengalir tak mau menyerah
Legam tubuh
Retak kaki
Patah kuku

Masih belum menyerah
Menjadi pekerja di tanah darah

Jadi budak di istana raja
Jadi babu dalam nestapa

Tanah darah
Penuh, luruh
Darah merah

Mengembuskan napas dalam keadaan hina
Miskin
Melarat
Pejabat keparat

Kau mati miskin
Dalam definisi orang-orang kota
Padahal kau kaya raya
Dan kau mati miskin
Di tanah darah

Bekasi, 30 September 2017

Rabu, 12 Juli 2017

Diary KKN 2017 "KKN nggak se-lebay itu"

Ndak biasanya aku uring-uringan ketika akan pergi jauh dari ketiak orangtua. Sebelum menuju lokasi Kuliah Kerja Nyata kemarin hatiku sedih plus sesak, rasanya kok belum ikhlas, belum puas menghabiskan jatah beras di rumah. belum lagi jejaka kampung sebelah lagi ganteng gantengnya, ah.
Sebelum berangkat aku diberi wejangan oleh ibu, teman, sahabat sampai abang  dari kampung seberang turut latah sok perhatian, sekali tidak ya tidak, Bang!
"Hati-hati makan di sana, banyak racun"  kata temanku dengan pandangan sedih dan sayu, seolah saat pulang KKN aku hanya tinggal nama.
"Jangan pacaran dengan anak kepala desa" sebut si abang via sebuah pesan singkat.
Sementara ibuku? Tak banyak kata ia berbicara melalui mata untuk hati-hati menjaga diri.
Perjalanan menuju Indragiri Hilir  8 jam waktu tempuh dari Pekanbaru. Normalnya 7 jam, namun kami banyak berhenti di beberapa lokasi untuk mengisi kampung tengah dan buang air.
Berangkat dari Pekanbaru langit menjatuhkan amunisi berupa air rintik-rintik. Makin lama hujan makin deras, di jendela kursi seat kedua pada mobil yang kami tumpangi air hujan perlahan menitik masuk. Hal ini terjadi karena tali yang digunakan untuk mengikat barang di bagian atap mobil memberikan celah bagi air hujan masuk.
Beruntung hujan tidak terlalu lama, jika tidak mungkin kami akan terkena demam berjamaah.
Medan yang kami lalui berdebu kala kemarau dan licin pasca hujan turun.
Aku dan teman satu posko KKN tiba pukul tujuh malam. Turun dari mobil aku melangkahkan kakiku dengan anggun memasuki posko. Baru dua langkah aku terpeleset mencium tanah. Sial, aku gagal keren!
Minggu awal kami berada di desa Kuala Keritang, banyak dihabiskan untuk bersilaturahmi ke rumah penduduk dan stakeholder desa, kepala desa welcome dengan kehadiran kami. Beliau bercerita bahwa ia merupakan alumni UIN yang pada masanya dulu bernama IAIN. Asik berbual, kemudian kami diarahkan untuk berpartisipasi dibeberapa program desa.
Salah satu dari (agak) banyak program kami ialah "magrib mengaji" dan pemberdayaan pemuda untuk menghidupkan kegiatan berbasis masjid.
Tak hanya kepala desa. Pun warga desa Kuala Keritang merupakan lingkungan penduduk yang ramah dan terbuka kepada mahasiswa-mahasiswa cupu seperti kami.
Kami diberikan hasil bumi seperti: pisang, kacang panjang, kelapa muda, dan ada perbaikan gizi kala wirid Yassin mingguan. Sesungguhnya KKN tidak benar-benar menderita jika membesarkan porsi bersyukur dalam sudut pandang kita.
Bagi yang merasa KKN bagai di neraka, mungkin situ teman seangkatan iblis dan kawan-kawannya.
Perihal isu bahwa makanan diberi racun itu hanya sekedar isu. Secara logis ndak mungkin kalau sudah berperilaku sopan dan tersenyum semanis gula setiap bertemu warga desa mau diracun juga?
Beda cerita kalo kamu PHP-in anak kepala desa.
KKN nggak se-lebay itu.
Situnya saja yang lebay.



Kamis, 01 Juni 2017

Minyak Hitam Pekat di balik Nikmatnya Pisang Coklat

Kilauan sinar lampu kendaraan dengan rentetan barisan di kemacetan yang ada di salah satu ruas jalan soebrantas pekanbaru. Rentetan pedagang jajanan malam mulai ramai di tepian jalan saat kemacetan itu. Ragam aneka makanan bisa jadi pilihan untuk memanjakan lidah, mulai dari gorengan, minuman dan banyak lagi. Tanda tanya terkadang muncul apakah semua itu sehat bagi kita?

Awalnya kami hanya sekedar nongkrong di sebuah tongkrongan sederhana untuk saling tukar pikiran tentang deadline yang diberikan oleh para dosen. Lalu kami mendengar pembicaraan dua orang yang duduk disamping kami tentang penggunaan minyak goreng oleh penjual gorengan yang sebenarnya sudah tidak layak pakai.

Dalam hati kecil kami juga membenarkan apa yang dibicarakan dua orang tersebut. Masih banyak para pedagang gorengan yang tidak memikirkan kesehatan para konsumen dagangannya, mereka seakan tidak peduli dan hanya mementingkan keuntungan yang mereka dapatkan dengan memperkecil modal yang dikeluarkan.

Hasil investigasi dan pantauan langsung yang dilakukan oleh CYBER bersama para timnya, ternyata masih banyak para pedagang jajanan malam (jenis gorengan) yang menggunakan minyak gorengnya hingga berulang kali sampai warnanya hitam. Namun hal itu biasa saja bagi si penjual jajanan malam tersebut.

Hal ini yang membuat kami akhirnya mencoba untuk menyelidiki dan observasi secara langsung dilapangan. Keesokan harinya kami menyusuri Jalan Soebrantas dan melihat banyak pedagang jajanan malam yang berjenis gorengan, akhirnya kami berhenti pada salah satu gerobak penjual pisang goreng keju yang berada di seberang Family Box tepat di depan Planet Swalayan. Kami memesan satu porsi pisang keju tersebut dan melihat minyak goreng yang digunakan. Ketika itu keadaan sedang ramai pembelinya sehingga kami harus menunggu terlebih dahulu, saat menunggu itu kami mencoba bertanya-tanya kepada mereka (penjual pisang keju).

Kepada kami, Didi (yang tugasnya menggoreng) menceritakan bahwa mereka hanya karyawan dan bukan pemilik usaha pisang goreng keju itu. Mereka bekerja paruh waktu pada pemilik usaha yang memiliki lima cabang gerobak pisang goreng keju tersebut. Keempat gerobak lainnya beroperasi di beberapa titik keramaian Kota Pekanbaru, seperti di Marpoyan, Harapan Raya, Jalan Durian, serta Pasar Sail.

Dalam satu gerobak terdapat dua karyawan yang memiliki tugas masing-masing, seperti Didi tugasnya adalah mengupas pisang lalu menggorengnya, selanjutnya Selamet (rekan Didi) yang akan meracik cokelat dan keju yang di pesan oleh pelanggan.

Usaha pisang goreng keju tersebut sudah berjalan cukup lama dan masih diminati oleh orang-orang. Menurut pengakuan mereka pendapatan penjualan dalam satu malam rata-rata 700 ribu untuk satu gerobak, bahkan bila sedang ramai setiap gerobak bisa mencapai 1,5 juta dalam semalam. Hal ini sungguh sangat tidak sejalan dengan kondisi minyak goreng yang mereka gunakan. Minyak tersebut sudah dipakai 2 atau 3 hari oleh mereka, sehingga tampak cekelat kehitam-hitaman.

Ketika kami singgung masalah minyak goreng tersebut mereka membenarkan bahwa mereka menggunakannya selama berhari-hari. Mereka tidak menggantinya, hanya menambahkannya saja. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak dapat berbuat apa-apa mengenai keadaan minyak goreng, pemilik usaha menjatahkan 5 liter untuk 2 hari penjualan. Itulah yang membuat mereka mau tidak mau harus mencampur minyak goreng yang baru dengan yang sudah berhari-hari tersebut agar dapat bertahan selama dua hari.
“Mau gimana lagi bang, udah dari si bos kayak gitu, kita Cuma bisa ikut aja. Kalau kita jemput ke rumah bos atau ke gerobak lain jauh bang, itu pun gak ada uang bensinnya”ucap Didi sambil membolak-balik pisang yang ada di dalam penggorengan.

Minyak yang digunakan merupakan minyak curah, dan mereka tidak diperbolehkan untuk membeli minyak goreng di tempat lain karena akan menambah pengeluaran/ modal dan mengurangi keuntungan. Mereka harus menjemput ke rumah pemilik atau ke gerobak cabang yang lain apabila minyak goreng di gerobak  mereka akan habis, seperti yang dikatakan Didi. Hal ini yang membuat keadaan minyak goreng mereka tampak seperti itu.

Berdasarkan hasil kajian dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (Badan POM RI), serta kajian dari pakar kesehatan yang kami dapat secara Online, penggunaan minyak jelantah sebagai minyak goreng akan memberikan dampak pada gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan tersebut diantaranya, penggunaan minyak goreng berulang kali (lebih dari dua kali) pada suhu tinggi (160 derajat C sampai dengan 180 derajat C) akan mengakibatkan hidrolis lemak menjadi asam lemak bebas yang mudah teroksidasi, sehingga minyak menjadi tengik dan membentuk asam lemak trans yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan yang berhubungan dengan metabolisme kolesterol yang berujung pada penyakit tekanan darah tinggi dan jantung serta akan membentuk akrolein yaitu suatu senyawa yang menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan dan menimbulkan batuk.
Selain itu, pengonsumsi minyak ini juga beresiko terkena penyumbatan pembuluh darah dan jantung koroner. Dan yang tak kalah berbahaya, minyak ini juga bersifat karsinogen sehingga bisa menyebabkan kanker.

Kami juga melakukan konsultasi dengan seorang dokter spesialis penyakit dalam mengenai batas pengulangan pada penggunaan minyak goreng. “Sebenarnya lebih baik itu setelah di gunakan ya dibuang, karena kandungan-kandungan yang ada pada minyak tersebut sudah habis setelah kita menggunakannya pertama kali, kalaupun masih digunakan ya cuma untuk yang kedua kalinya saja” terangnya kepada kami.

Hal ini menunjukkan bahwa masih ada oknum-oknum pengusaha nakal yang ingin meraup keuntungan berlipat dengan cara menekan setiap pengeluaran tanpa memikirkan efek jangka panjang yang didapatkan oleh orang yang mengkonsumsi dagangan yang dijualnya. Kapan semua ini akan  berakhir ?  

Minggu, 30 April 2017

Dik

Dik, andai engkau anak petani, saat ini kau harusnya sedang menghitung uang hasil penjualan ubi tadi pagi.
Jika kau anak politisi, mungkin kau sedang berfikir tentang cara mengaji undang-undang yang menguntungkan kaum pemilik uang.
Mungkin, jika kau anak seorang polisi kau sudah dalam mimpi, tidur lebih awal dalam rangka pendisiplinan diri.

Tapi kau bukan anak politisi, polisi atau petani.
Aku lihat kau sedang duduk di sudut toko menghisap lem hingga teler.
Siapa ayah dan ibumu?
Jalanan itu kejam, Dik. Pulanglah.
Mandi kemudian basuh tubuhmu dengan sejuknya air sumur.

Dik, apa rasanya nikmat? Hingga kau rela menadahkan tangan berdusta bahwa kau kelaparan?
Apa lem itu bisa mengantarkan kau ke surga? Kalau ya, sini kakak hendak coba.
Apa sebegitu sulitnya mendapatkan bahagia? Kau suka? Lem cap kambing itu.

Tatapan dari mereka menakutkan bukan? Seolah kalian makhluk berkaki empat yang sering mereka umpat, biar saja mereka adalah manusia yang sedang berakting menjadi hakim, jangan tersinggung.

Omong-omong jika kalian anak petani kalian punya lahan?
Apa sepetak lahan kering berdebu bisa menumbuhkan barang sebatang pohon singkong?
Hmmm, tak apalah, jangan sedih sebab tak bisa bertani, kalian kan bisa pergi menuju mall menghibur diri.
Dik, sini kakak bisikkan, mall yang sekarang berdiri gagah di ujung jalan itu, dulunya tanah milik kalian.

Selasa, 25 April 2017

Semoga

"Semoga Indonesia lebih baik lagi"
"Semoga UIN Suska Riau bla bla"

Apa yang kita gantungkan pada kata semoga? Siapa yang mau diharapkan setelah "semoga" dibunyikan?
Keajaiban Doa memang luar biasa, yang miskin jadi kaya, yang kaya jadi miskin. Karena didoakan si miskin.

Namun, bukankah Tuhan tidak akan merubah suatu kaum jika kaum tersebut tidak merubahnya nasibnya sendiri? Kalau dipikir  apakah Tuhan nggak bete, mendengar hamba-Nya mengeluh dari Senin ke Selasa, Selasa ke Sabtu. Hari minggu libur mengeluh. Piknik lebih di prioritaskan.

Lalu  kata Semoga kembali ditanyakan, apa setelah "semoga" dilafadzkan hingga khatam akan merubah keadaan?
Siapa yang hendak kita andalkan?
Kenapa 8 tulang yang diberikan Tuhan tidak digerakkan?
Agar harapan lekas menjadi kenyataan.

Aamiin.

Jumat, 14 April 2017

Cermin

Aku melihat cermin, atau cermin yang melihatku?

Aku melihat cermin sembari berkata aku cantik.
Kemudian kawanku berkata bahwa aku hanya membual, lanjutnya, aku tidak secantik itu.

Cerminkah yang berbohong?
Atau temanku?
Atau wajahku?
Mungkin mataku?

Mana realitas yang sesungguhnya?
Aku percaya pada mataku, temanku percaya pada matanya dan cermin. Dia hanya percaya pada cara pandang mata yang melihatnya.
Ohhh begitu?

Jadi aku ini, cantik?

Kamis, 23 Maret 2017

Cinta ?

Aku Sepakat kepada diriku sendiri untuk memublikasikan tulisan ini lebih dulu dari tulisanku yang lain.
Karena aku ini sedang resah, gelisah, sebel perihal cinta dan sahabatnya yang lain. 


Selama hampir satu tahun aku ngejomblo baru kali ini aku merasa tertekan oleh lingkunganku, agak berlebihan kalau mengatakan bahwa lingkungan mendiskreditkan kaum jomblo. Apalagi diriku ini menjomblo bukan karena tidak laku, bukan pula karena aku jeleknya keterlaluan. Toh masih ada yang menggoda ketika sedang jalan-jalan, entah karena aku cantik menurut mereka atau karena aku memakai sendal terbalik.
For your information saja ya gaes. Aku memilih jomblo karena aku tidak membutuhkan komoditas bernama pacar, dan lagi pacaran hanya proses menuju rasa bosan.


Selain membuang waktu, aku menjadi tidak fokus kepada tujuanku. Itu baru satu, faktor lainnya ialah aku malas kecewa, alasan ? karena aku sudah pernah merasakannya, masa sih mau jatuh ke lubang yang sama ? Kan masih banyak lubang-lubang lainnya yang belum dicoba. Rasanya bodoh sekali kala mengingat aku menangis untuk pria yang belum tentu jadi imamku.
Namun ternyata menjomblo ada cobaannya, mulai dari teman-teman pria yang menjauh pasca mereka ditolak, kecurigaan teman yang takut ditikung olehku, oalaaah sebagai gadis blasteran Minang - Jawa adalah berpantang buatku nilep pacar teman sendiri. Padahal kalau dia mau berkaca, dia jauh lebih cantik ketimbang aku yang hanya lucu dan imut-imut ini.
Yang lebih parah aku dikira lesbian, Demi ibuku di rumah yang sedang nyruput teh manis !!! Aku seratus persen normal !!
Aku masih doyan ngelirik cowok tampan. Jantungku berdebar untuk lelaki yang aku sukai.
Untuk menampik semua hipotesis yang aneh lagi nyeleneh seperti diatas apakah wajib hukumnya memiliki seorang pacar atau gebetan ? Dibuktikan dengan mengupload foto berduaan dibarengi caption yang melambungkan perasaan pasangan ? 


Pada aspek lain, aku memiliki gebetan, berupa tanggung jawab.
Aku mencintai tanggung jawabku kepada ibuku, aku menikmati berkekasih dengan hal yang harus aku lakukan lebih dahulu. Aku juga sangat menyukai status sebagai kakak yang tidak segampang penyebutannya.
Semua itu aku jalani dengan perasaan bahagia. Sehingga kebahagiaan itulah yang membuat aku mengambil sikap tak ambil pusing pada kejombloanku.
Kalau boleh jujur aku saat ini sedang menyukai seseorang, aku juga sedang berusaha mendekati dia, tapi untuk mendekati dia dengan cara mengirim pesan seperti
" Hai "
" ini xxxx kan ? "
" eh kamu tau gak kalo Bumi itu sebenarnya bentuknya segitiga ? "

Atau modus zaman purbakala yaitu salah mengirim pesan.
Aku sudah ndak bernyali lagi melakukannya. Wong lihat dia dari kejauhan jantung rasanya sudah mau copot, badan gemeteran, mata putih semua, suka dan kesurupan beda tipis.

Aku mendekati dia dengan membiarkan Tuhan bekerja. Aku tidak hanya berpangku tangan, akupun berusaha memperbaiki diriku. Pelan tapi pasti.
Tidak berbeda dengan mereka yang menjalani proses pendekatan yang aktif satu sama lain, zat dopamine juga bekerja dalam tubuhku. 

Ketika Wanita jatuh cinta, ia akan mati-matian mempermak diri. Contoh, aku punya seorang teman yang menjadi maniak belanja ketika menyukai pria, dia ingin terlihat baru, fresh dan bergaya.
Akupun tidak jauh berbeda, aku mati-matian mempermak diriku memakai media buku, aktualisasi pengetahuan, memperbaiki sikap agar terlihat fresh, baru juga bergaya.
Sulit ? Iya !!
Namun aku bertekad agar bisa, jika nanti ada kesempatan aku ngobrol dengannya tidak akan canggung dan kehabisan kata, dan aku tidak perlu pura-pura kesurupan karena malu.
Harus ada yang dikorbankan untuk cinta. Toh aku tidak rugi, jadi ketika kemungkinan ekspektasi tak sesuai realita aku tak akan terlalu sakit, yang aku lakukan berguna untukku sendiri.

Aku juga jatuh cinta, dengan cara yang berbeda.
Aku jatuh cinta diam-diam. Fase PDKT juga aku lakukan sendirian. Aku masih normal, masih manusia.
Langkah lain yang aku ambil merupakan self defense agar aku tidak terluka.
Andai saja kamu tau bahwa Tuhan pecemburu, kun fayakun dari-Nya akan membuat harapan yang di awal menggebu seketika merubah hatimu hancur menjadi debu.

 

Rabu, 15 Maret 2017

Pledoi si Kerdil

Semakin kita tak lagi bangga dengan adat dan budaya semakin , ringkih pondasi sejarah yang akan berdiri kedepannya.
Bangsa yang tanpa jati diri akan seperti layang-layang kalah diadu , ayam jago patah taji.
Di era globalisasi yang  mengalir hulu ke hilir, saking derasnya meski airnya jernih, partikel kecil yang ikut mengalir tidak terlihat,  saat lengah sudah masuk ke dalam tubuh saja.
Seperti Yang dimaksud partikel itu ialah Virus, karakter Virus ada yang baik menghancurkan sel Virus jahat, ada juga yg sifatnya ketika masuk dalam tubuh kemudian menghancurkan dan menjadi parasit, menempelkan penyakit.
Pengaruh globalisasi kasat mata dilihat dari yang paling memiliki ukuran tubuh paling bongsor, Teknologi.
Namun kasihan pada sisi kerdilnya, tidak diketahui keberadaannya namun tajam bak pedang yang siap menikam.
Alih-alih, adat dan kebudayaan sudah diiris tipis, perlahan-lahan habis.
Lalu lantas kita menyalahkan si kerdil ?
Namun jika dia melakukan pledoi, mengikuti asas praduga tidak bersalah, maka akan seperti ini pembelaannya di depan hakim, jaksa, saksi dan pengacara.

" Maaf pak hakim, saya ini hanya produk kasualitas, barang bukti berupa pedang sejatinya bersifat pasif, kausalitas dari Teknologi yang menjadi motor penggerak, tapi bukannya manusia adalah makhluk yang diberikan akal oleh Tuhan mereka.
Maka pak hakim yang terhormat, akal manusia yang sudah diciptakan sepaket dengan nafsu. Semestinya dijadikan tameng. Pak hakim, adapun tidak adil jika saya dan si bongsor saja yang menjadi tersangka atas wafatnya adat mereka yang katanya sudah eksis selama ratusan tahun, agaknya perlu ada peninjauan kembali, bisa jadi merekalah tersangka atas diri mereka sendiri "

Kasihan si kerdil, sudah buruk disalahkan pula, ego manusia memang keji bak kabut asap yang menutupi kebenaran, semakin ingin dilihat malah makin perih.
Pahitnya, memang itulah kita manusia yang kata Darwin evolusi dari kera, jika iya, pantas saja kita agak buta. sisi kebinatangan itu belum hilang benar rupanya.
Apa daya kita jika si kerdil tadi tidak hanya imajiner ?
Apakah masih dengan gagahnya kita mengatakan adat yang terkikis budaya yang menipis ulah pedang tajam teknologi yang diboncengi globalisasi ?

Konkretnya, berapa yang kita habiskan untuk waktu melihat kebelakang, mengkaji produk adat yang sengaja diwariskan , salah satunya adalah bahasa
Aku memiliki beberapa orang teman yang malu dengan dialek kedaerahan saat berinteraksi dengan lawan bicara yang dialeknya lempeng-lempeng saja
Rasa minder dari lemahnya mengenal jati diri, dan kurang dibarengi dengan tameng kebanggaan akan adat dan kebudayaan yang sudah terkonsep rapi oleh para leluhur.
Maka penetrasi yang datang akan mudah menerobos tameng memberikan rangsangan dari luar dan mengambil alih pondasi ringkih yang dibangun ogah-ogahan .
Jika sebuah perasaan hadir, yakni perasaan asing, canggung dan malu untuk mendaulatkan, mengaplikasikan dan memamerkan kebudayaan sebagai jati diri. Perlu dikaji apa yang salah, stimulusnya ? Pondasinya ? Atau hal internal eksternal lainnya.

Alangkah bijaknya jika sikap bangga terhadap adat dan kebudayaan yang diwariskan, disemai sejak dini.
Para orang tua bisa menerapkan atmosfer yang kental adat dan budaya secara cerdas di lingkungan rumah.
Contohnya mungkin bisa mengaplikasikan bahasa bilinglual untuk berkomunikasi . Dibagi menjadi beberapa fase waktu
Pagi hari : Menggunakan bahasa adat
Siang       : menggunakan bahasa persatuan indonesia
Malam.    : menggunakan bahasa adat

Kebijakan , punishment di rumah akan lebih baik saat diharmonisasikan dengan pola berkomunikasi diatas, juga di realisasi sesuai dengan bagaimana adat menerapkannya, aspek pendekatan psikologi merupakan yang paling mumpuni, menyuapi anak dengan kepercayaan diri sebagai masyarakat adat ketika berinteraksi di luar rumah.
Lebih lanjut anak bisa dikenalkan pada paguyuban atau umumnya kumpulan, yang memberi pendekatan-pendekatan kebudayaan yang relevan dengan kekinian zaman.
Sungguh akan optimis segala Virus tidak akan mampu masuk karena self defense dan tameng sangat kokoh,
Dengan melakukan PDKT sejak dini si kerdil tak perlu lagi berkerdil diri karena melulu dijadikan kambing hitam.
Bukannya kita sebaiknya merefleksi diri sebelum melimpahkan kesalahan diri kepada seseorang, sesuatu dan hal-hal lain.

Lets Fight !!

Jumat, 17 Februari 2017

Kekinian ( dari angle mana kamu memandang? )

Ketika aku mengetik kata " Kekinian " di mesin pencari google, maka ini 3 artikel teratas yang aku temukan.

1. Jangan ngaku anak kekinian kalau belum coba 15 pose foto keren ini.
2. Kamu belum dibilang gaul kalau gak pernah foto dengan gaya ini.
3. 22 ciri gaya hidup remaja kekinian yang dianggap gaul dan keren.

Dua artikel teratas menuliskan tentang, pose foto sebagai barometer agar dapat dikatakan kekinian, tidak heran karena kata kekinian juga populer bersamaan dengan populernya aplikasi yang memungkinkan penggunanya mengupload foto dengan beragam fitur yang terus berkembang.
Instagram, dirilis pada tahun 2010 lalu yang saat ini memiliki 22 Juta pengguna aktif.
Hari gini siapa sih yang tidak punya instagram, bahkan ada yang memiliki akun ganda untuk stalking mantan pacarnya.

Remaja masa kini menggunakan instagram sebagai media eksistensi diri, agar dianggap ada, dalam ruang lingkup pergaulannya.
Apa saja dilakukan, seperti foto dengan pose yang sedang trend, berfoto di lokasi anti mainstream. Dan pengambilan foto dari berbagai angle agar foto terlihat lebih menarik.

Dalam mata kuliah fotografi yang pernah aku ikuti, gambar yang diambil dari angel berbeda dapat memunculkan interpretasi dan hasil yang berbeda pula.
Itulah mengapa wanita (maaf) gemuk memiringkan badannya ketika difoto, agar terlihat lebih kurus katanya.

Lalu bagaimana cara memandang kekinian dari angle yang berbeda ? Keluar dari anggapan yang banyak dipercayai orang-orang ?
Hmmm, upgrade intelektual dan upgrade jiwa sosial ke level yang lebih tinggi, masa mau kalah sama game Residen Evil yang sudah chapter 7.

Kita coba lihat dulu foto yang ada diatas tulisan ini ( atau di bawah )
Reaksi pertamaku ketika melihatnya adalah tertawa.
Apa reaksi pertama ketika kamu melihatnya?
Lumrah saja kamu tertawa, tapi sebenarnya agak malu aku mengakui bahwa aku hampir menangis terharu setelah beberapa detik tertawa.

Loh kenapa ?
Aku kemudian berfikir, dulu ketika aku hanya mengeluh karena kabut asap setiap hari, merutuk keadaan dan kinerja pemerintah.
" ini pemerintah nggak becus mengatasi asap ngapain aja sih "
Parahnya, Ikut-ikutan demonstrasi di kantor gubernur, yang aku dapat cuma naik betis dan mengganggu teman kos karena mengigau. Wajar, karena kami kelelahan long march dari kampus hingga kantor gubernur, mana tidak sempat selfie lagi waktu itu.
Aku tidak memaknai demonstrasi, hanya ikut-ikutan saja, begitu ngakunya agen of change, oalaah cah ayu.
Yaa namanya mahasiswi masih polos sekali waktu itu.

Di tempat lain ada orang yang menghabiskan tenaganya memadamkan titik api bukan menghabiskan tenaga mendobrak pagar kantor gubernur Riau.
Maaf, bukan memandang sipit para aktivis yang sering melakukan demonstrasi, setiap fenomena pasti ada neomena, sedikit banyak pasti ada yang didapat dari suatu tindakan dan pergerakan, itu yang aku percayai.
Tapi tindakan nyata memang sangat amat diperlukan.
Seperti kata-kata bijak.
" menyalakan lilin kecil lebih baik daripada merutuk kegelapan "
Dan kalimat realnya yang langsung aku dengar dari salah satu masyarakat.
" itu mahasiswa lebih baik langsung turun ke lapangan memadamkan api ketimbang demo seperti itu "
Hayoo gimana ini teman-teman mahasiswa ?

Apa yang dilakukan salah satu relawan greenpeace ini, memang yang diharapkan masyarakat, salah satu trik menyandang gelar " kekinian " dengan meng-upgrade kepekaan sosial.
Melakukan aksi nyata mengabaikan perasaan ingin dianggap ada.
Menjadi mahasiswa memang harus kekinian, menggunakan pendekatan yang relevan digunakan dalam melakukan suatu pergerakan.
Agen of change. Pergerakan untuk perubahan, ndak apa-apa dari hal kecil, nanti juga akan menemukan jalan ke celah yang lebih besar.

Memandang kekinian tidak sekedar hasil foto yang terpampang di Instagram, tapi menggunakan buah pikir dan gerakan untuk menciptakan perubahan, sekecil apapun.

Fotografer : Afriadi Hikmal
In Frame  : Doni ( Volunteer GreenPeace )

Minggu, 05 Februari 2017

Cantik

"Bro jemput aku bro, aku ketemuan sama cewek jelek banget. Beda sama fotonya, aslinya jelekk bangettt"

Kira-kira seperti itu pesan singkat yang akan dikirimkan seseorang kepada temannya ketika sedang janji temu dengan wanita yang dikenal lewat sosial media. Sialnya pesan tersebut malah terkirim ke si wanita.
Kontan wanita tadi menangis, sementara aku yang mendengar tertawa  terpingkal saat diceritakan ulang cerita tersebut. Kemudian aku berfikir
" memangnya aku cantik? "

Hmmm, cantik, apa itu cantik ?
Aku bertanya kepada beberapa teman tentang apa definisi cantik menurut mereka.
" cantik tidak melulu fisik melainkan hati"
" cantik itu enak dilihat "
" cantik itu wanita, kalau tampan itu laki-laki " ( yaialahh )
" cantik itu dari akhlak dan prilakunya "

Dan masih banyak definisi nyeleneh yang tidak dituliskan disini.
Berdasarkan suara mayoritas, cantik itu berdasarkan tampilan fisik dan terlihat menarik. Dilansir dari kutubaca.com menurut Society of Aesthetic Plastic Surgery, di Korea Selatan, 1 dari 5 wanita melakukan operasi plastik di tahun 2010.
Sementara data yang dihimpun Organisasi Bedah Plastik Estetika Internasional (ISAP) menyebutkan bahwa 20 juta prosedur kosmetik bedah dan non bedah telah dilaksanakan diseluruh dunia selama tahun 2014, jumlah yang mencengangkan.

Marilyn Monroe pernah mengatakan
" boys think girls are like books, if the cover doesn't catch their eye, they wont bother to read what's inside "

" laki-laki berfikir wanita seperti buku jika sampulnya tidak menarik mereka tidak mau membaca apa yang ada didalamnya "

Maka angka 20 juta tadi tak lagi mengejutkan, memang, wanita selalu ingin dinilai dan terlihat cantik di mata para pria bahkan, ada yang repot-repot tidak memakan sate dari tusuknya, khawatir susuknya luntur.
Astaghfirullah.

Dalam pandangan dan pengalaman pribadi, aku telah melihat banyak wanita cantik, sangat cantik tidak dari tampilan fisik. Dengan sampul yang (maaf) tidak menarik, mampu mengarahkan pasang mata terfokus melihatnya.
Wanita-wanita cantik ini memiliki pola pikir dan mata yang mampu melihat apa yang tidak dilihat orang lain. Wanita padat isi yang dimuat dalam konsep, dan cara pandang, membuat cover menarik tak lagi menjadi objek utama perhatian.

Wanita memang harus cantik, dengan meng-upgrade kecantikannya tidak sekedar polesan lipstik. Penting memiliki hati yang  baik dan cara berpikir yang juga cantik.
Saya sepakat dengan yang dikatakan Marilyn Monroe dan kebanyakan laki-laki pasti akan mengamini
Namun sedikit catatan,
" laki laki normal pasti akan memilih wanita cantik, tapi jika laki laki itu normal dan cerdik dia akan mampu melihat isi terlebih dahulu sebagai landasan memilih seorang wanita "

Dear girls, kamu cantik.
Jika tidak matanya, maka pasti hidung atau bibirnya,
Jika tidak kulitmu maka pasti kebaikan dan kebijaksanaanmu.
Apapun itu, kamu cantik.

Rabu, 01 Februari 2017

Kemana Perginya Budaya Negeri ini ?

Kemana perginya budaya negeri ini ?

Rasanya ia sembunyi, ia merajuk.
Laki-laki berdasi dan wanita dengan gincu merah serta bedak putih pucat pasi. Anak muda pun tak lagi berkutat mesra dengannya malah memalingkan wajah tidak peduli.
Tidakkah kita seharusnya sama-sama saling mencari ?

Saat ini ibu pertiwi sedang sakit punggung, dibebani ratusan bahkan jutaan ton permata bertemankan intan berlian, kalian boleh baca " pembangunan " punggungnya sakit dan perutnya kelaparan, karena manusia serakah memaksa mengeluarkan isi perutnya habis-habisan.

Indonesia kini sedang dirias dirinya, dipoles dengan bedak hedonisme yang sekarang membuat candu, bila tidak dikenakan. Padahal bukankah kita lebih ayu jika natural saja ? Kembali pada ajaran leluhur untuk tetap sederhana juga rendah hati.
Hedonisme, menjadi kebutuhan, prioritas yang secepatnya diusahakan. Maka, jangan salahkan jika budaya kita merajuk dan kabur dari jati diri bangsa ini. Kemudian, setelah ia bermesra dengan negara tetangga barulah sibuk berkoar di sosial media. Andai sosial media dapat berbicara : " kalian selama ini kemana saja ? "
Kita sudah abai, negeri kita terlalu kaya sumber daya, emas, timah minyak bumi, nikel sampai batubara, kita buta oleh materi fisik yang akan habis seiring waktu. Kita buta dan abai dari kemolekan pusaka yang dulu susah payah dibuat dan diturunkan nenek moyang, mata kita tertutup debu " globalisasi " sehingga tidak melihat bahwa sejarah budaya kita lebih menggoda daripada yang dibawa kaum eropa, amerika dan konco-konconya.
Masih tidak percaya ? Lalu untuk apa setiap tahun mereka datang ke negeri kita ?
Menjual lada atau merica ?
Tidak mungkin, itu  karena negeri kita kaya, dan budaya kita menggoda.
Jadi sebelum budaya kembali angkat kaki, kita akan berikan rengkuhan hangat, agar ia nyaman dan tidak menjauh pergi. Jika dia pergi, apalagi yang tersisa dari negeri ini ?

Minggu, 15 Januari 2017

Yuk Nulis

Menulis

Aku ingat karya pertamaku ketika kelas 6 Sekolah dasar, aku menulis cerita pendek yang hanya dibaca oleh teman sebangku kala itu, berawal dari teman sebangku kemudian teman satu kelas yang lain mengapresiasi tulisanku, waktu itu aku tidak mengenal kata apresiasi, yang aku tau hanya perasaan bangga saat mereka menantikan tulisanku selanjutnya.
" Ayo Put mana lagi ceritanya"
" besok buat lagi ya "

Waah, bukan main senangnya Putri kecil saat itu. Hal yang paling susah dari menulis adalah memulainya, dan memulai kembali. Alasan demi alasan hadir untuk menunda kebiasaan baik, sudah biasa.
Alasanku mati suri dalam menulis adalah kurangnya kritik, malas dan.. kuota internet.

Sebenarnya, alasan yang terakhir hanya dibuat-buat  saja, ada niat ada jalan to.
Rasa malaslah yang paling mendominasi serta bujuk rayu iblis yang lebih kencang dari keinginan melaju lebih jauh.
Mungkin sekarang dia sedang berkata ( kampret gue diomongin )
Kurangnya kritik menjadikan aku lebih down , kenapa ?
Karena tanpa kritik aku bisa apa ?
Karya mana yang lahir tanpa adanya bantuan dukun kritik, semakin handal dukun kritiknya maka akan semakin hebat karya yang dilahirkan selanjutnya.

Tolong antarkan aku ke dukun terdekat...

Kegalauan lain mahasiswa seperti saya ialah tidak pede, takut nanti ada suara sumbang,
" halah gitu aja kok dibilang karya"

Orang-orang seperti ini harus dicabein mulutnya. Mbok ya menghargai gituloh ,
Jika saja kami-kami ini lebih berani menangkis kritik , dan andai saja lisan mereka lebih menampilkan kritik daripada hinaan, maka optimis saja Indonesia kita memiliki  buaaaanyakk generasi muda yang kreatif.

Hargai setiap karya, tulisan ini juga karya to ?  Aku hanya ingin nanti anak cucuku menghidupkan aku kembali dengan membaca karya ini. Meskipun hanya tulisan kegalauan karena cinta, hanya dikemas dengan bahasa sederhana cenderung miskin pembenaharan kata. Aku akan tetap bangga.
Manusia yang tidak menghargai manusia lainnya, tidak layak disebut manusia.