Rabu, 15 Maret 2017

Pledoi si Kerdil

Semakin kita tak lagi bangga dengan adat dan budaya semakin , ringkih pondasi sejarah yang akan berdiri kedepannya.
Bangsa yang tanpa jati diri akan seperti layang-layang kalah diadu , ayam jago patah taji.
Di era globalisasi yang  mengalir hulu ke hilir, saking derasnya meski airnya jernih, partikel kecil yang ikut mengalir tidak terlihat,  saat lengah sudah masuk ke dalam tubuh saja.
Seperti Yang dimaksud partikel itu ialah Virus, karakter Virus ada yang baik menghancurkan sel Virus jahat, ada juga yg sifatnya ketika masuk dalam tubuh kemudian menghancurkan dan menjadi parasit, menempelkan penyakit.
Pengaruh globalisasi kasat mata dilihat dari yang paling memiliki ukuran tubuh paling bongsor, Teknologi.
Namun kasihan pada sisi kerdilnya, tidak diketahui keberadaannya namun tajam bak pedang yang siap menikam.
Alih-alih, adat dan kebudayaan sudah diiris tipis, perlahan-lahan habis.
Lalu lantas kita menyalahkan si kerdil ?
Namun jika dia melakukan pledoi, mengikuti asas praduga tidak bersalah, maka akan seperti ini pembelaannya di depan hakim, jaksa, saksi dan pengacara.

" Maaf pak hakim, saya ini hanya produk kasualitas, barang bukti berupa pedang sejatinya bersifat pasif, kausalitas dari Teknologi yang menjadi motor penggerak, tapi bukannya manusia adalah makhluk yang diberikan akal oleh Tuhan mereka.
Maka pak hakim yang terhormat, akal manusia yang sudah diciptakan sepaket dengan nafsu. Semestinya dijadikan tameng. Pak hakim, adapun tidak adil jika saya dan si bongsor saja yang menjadi tersangka atas wafatnya adat mereka yang katanya sudah eksis selama ratusan tahun, agaknya perlu ada peninjauan kembali, bisa jadi merekalah tersangka atas diri mereka sendiri "

Kasihan si kerdil, sudah buruk disalahkan pula, ego manusia memang keji bak kabut asap yang menutupi kebenaran, semakin ingin dilihat malah makin perih.
Pahitnya, memang itulah kita manusia yang kata Darwin evolusi dari kera, jika iya, pantas saja kita agak buta. sisi kebinatangan itu belum hilang benar rupanya.
Apa daya kita jika si kerdil tadi tidak hanya imajiner ?
Apakah masih dengan gagahnya kita mengatakan adat yang terkikis budaya yang menipis ulah pedang tajam teknologi yang diboncengi globalisasi ?

Konkretnya, berapa yang kita habiskan untuk waktu melihat kebelakang, mengkaji produk adat yang sengaja diwariskan , salah satunya adalah bahasa
Aku memiliki beberapa orang teman yang malu dengan dialek kedaerahan saat berinteraksi dengan lawan bicara yang dialeknya lempeng-lempeng saja
Rasa minder dari lemahnya mengenal jati diri, dan kurang dibarengi dengan tameng kebanggaan akan adat dan kebudayaan yang sudah terkonsep rapi oleh para leluhur.
Maka penetrasi yang datang akan mudah menerobos tameng memberikan rangsangan dari luar dan mengambil alih pondasi ringkih yang dibangun ogah-ogahan .
Jika sebuah perasaan hadir, yakni perasaan asing, canggung dan malu untuk mendaulatkan, mengaplikasikan dan memamerkan kebudayaan sebagai jati diri. Perlu dikaji apa yang salah, stimulusnya ? Pondasinya ? Atau hal internal eksternal lainnya.

Alangkah bijaknya jika sikap bangga terhadap adat dan kebudayaan yang diwariskan, disemai sejak dini.
Para orang tua bisa menerapkan atmosfer yang kental adat dan budaya secara cerdas di lingkungan rumah.
Contohnya mungkin bisa mengaplikasikan bahasa bilinglual untuk berkomunikasi . Dibagi menjadi beberapa fase waktu
Pagi hari : Menggunakan bahasa adat
Siang       : menggunakan bahasa persatuan indonesia
Malam.    : menggunakan bahasa adat

Kebijakan , punishment di rumah akan lebih baik saat diharmonisasikan dengan pola berkomunikasi diatas, juga di realisasi sesuai dengan bagaimana adat menerapkannya, aspek pendekatan psikologi merupakan yang paling mumpuni, menyuapi anak dengan kepercayaan diri sebagai masyarakat adat ketika berinteraksi di luar rumah.
Lebih lanjut anak bisa dikenalkan pada paguyuban atau umumnya kumpulan, yang memberi pendekatan-pendekatan kebudayaan yang relevan dengan kekinian zaman.
Sungguh akan optimis segala Virus tidak akan mampu masuk karena self defense dan tameng sangat kokoh,
Dengan melakukan PDKT sejak dini si kerdil tak perlu lagi berkerdil diri karena melulu dijadikan kambing hitam.
Bukannya kita sebaiknya merefleksi diri sebelum melimpahkan kesalahan diri kepada seseorang, sesuatu dan hal-hal lain.

Lets Fight !!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar