Selasa, 13 Desember 2016

Malas

internet


"Penyakit malas kok dipelihara " 
Mengapa kemalasan hingga disebut penyakit ialah karena seringnya orangtua kita mengatakan  " malas itu tidak ada obatnya " begitu pula dengan ibu tercinta akan mengatakan hal yang sama apabila saya ogah-ogahan menyeret kaki ke dapur untuk memasak. 

Rajin pangkal pandai, hemat pangkal kaya 
dengan berlalunya waktu  kalimat ini berubah menjadi " Rajin pangkal kaya" 
rajin korupsi misalnya, sebenarnya ada rasa bosan ketika menulis ulasan tentang kesemerawutan manusia yang hidup di negri ini, sangat banyak sisi positif yang bisa diulas seperti, positif malas.
Negeri kita negeri kaya dengan koin emas tersebar dari Sabang hingga Merauke, Koin-koin itu berupa SDA, SDM dan ide-ide kreatif anak bangsa yang kemudian mereka bertransformasi menjadi seorang pemalas, anak muda ini memiliki segudang inovasi dengan tujuan membaktikan diri pada negeri, masalah kebanggaan individu itu merupakan bonus

Namun sarana dan prasarana alias dana tidak terlalu mendukung, rasa kecewa kepada subtansi yang dipanggil pemerintah kemudian menggosongkan ide kreatif mereka yang baru setengah matang secara seketika

"Lah kalau ada niat pasti ada jalan to ?"

"Itu dia masalahnya bapak-ibu yang terhormat, jalannya itu terlalu jauh , mau beli bensin saja tidak punya dana gimana bisa jalan ? kalau mau jalan kaki ya capek."

Namanya juga sudah malas, ya harap maklum saja kalau banyak alasan yang dibuat-buat, pemuda-pemudi tadi sudah terlanjur malas sehingga kreatif berubah menjadi kere-atif. Mudah putus asa, dan tidak percaya jika jalan keluar itu ada menjadi faktor menyerah dan kemudian malas.

Bayangkan saja jika Thomas Alva Edison dijangkiti penyakit malas maka tidak akan ada generasi "gadget" seperti sekarang ini, jika paman Thomas kemudian malas melanjutkan di kegagalan pertamanya  pencanangan KB (Keluarga Berencana) akan gagal karena kalah dengan " temaramnya lampu kamar"

Aku mau saja melanjutkan tulisan ini, tapi tiba-tiba aku merasa malas.

Minggu, 11 Desember 2016

Galau


Dok pribadi



Tulisan baik itu seperti apa ? Yang tau menempatkan titik dan koma ? Yang harus tau dimana diksi diletakkan ?
Kenapa jadi banyak pertanyaan di awal tulisan ya, tapi memang ini yang menjadi sumber kegalauan akhir-akhir ini, sebagai penulis pemula aku kerap diberi masukan berupa kritik dan saran oleh teman dan senior kampus, yang kemudian menghidupkan kembali semangat menulis yang sempat dicabut malaikat Izrail. Menulis kadang tergantung situasi dan kondisi kira-kira seperti ini :

Semangat menulis - tidak ada ide
Ada ide - lupa - tidak jadi menulis
Ada ide -tidak lupa - listrik padam (gelap sudah dunia)

Aku belajar menulis mulai dari nol besar, dari sekedar menulis buku diary , menulis status facebook hingga di bangku kuliah mulai menggiatkan blog itupun sekedar curhat perihal asmara  tapi seiring waktu, aku menemukan orang-orang dengan pemikiran yang tidak melulu menganalisa masalah asmara, hingga aku mulai berani menuangkan suara-suara yang selama ini hanya luntang-lantung di dalam pikiran. 

Namun masalahya kembali ke awal paragraf tulisan ini, aku masih sangat galau dan bimbang bagaimana menentukan gaya penulisan, jika menggunakan gaya penulisan yang terlalu ilmiah, bisa-bisa tulisan ini dikira makalah ilmiah yang nanti bakal di copas ( Coppy Paste ) oleh mahasiswa dengan rumus Ctrl  C kemudian Ctrl V . Jujur saja, aku lebih suka menggunakan bahasa yang santai dan ngelantur cenderung ringan sehingga mama dan teman - temannya di pasar memahami apa yang aku tulis, namun jika itu diterapkan pasti akan ada teguran

" Anak kuliahan kok tulisannya ndak tau EYD " 

Di lain sisi  

" Nduk, mas ndak ngerti ini maksud tulisan kamu, bahasanya terlalu tinggi "

Terus aku kudu piye ? Sebaiknya dari segala kegalauan ini aku harus menyepi, membaca lebih banyak buku untuk referensi bagaimana caranya menulis agar ibu-ibu di pasar tidak perlu membuka Google translate untuk menerjemahkan bahasa yang tidak mereka mengerti, dan agar teman-teman mahasiswa tetap memahami dan menikmati.

Percakapan Obrolan Berakhir