Ya! Aku seorang mbak, anak pertama. Dari tiga adik yang lagi puber-pubernya. Maksudku, mereka masih penasaran dan takjub pada banyak hal baru.
Adik yang ke-dua misalnya. Sedang gemar-gemarnya bikin video disertai musik EDM atau musik yang tengah tinggi mengudara. Dan permasalahan serta kegelisahanku terletak pada si adik nomor tiga. Wanita dan baru masuk Esempe.
Saat kelas enam, aku mendapati pesan di kotak masuk media sosial Facebook miliknya. Sesaat sesudah membaca pesan tersebut aku terkejut, terdiam dan tiba-tiba mules.
Pesan-pesan dengan seorang anak laki-laki yang entah sudah "potong anu" atau belum itu bikin aku ngikik geli sekaligus was-was. Pasalnya, si anak laki-laki membahasakan dirinya dengan panggilan 'abang'. Aku terkejut, geli dan pingin nyolok lubang hidungnya.
Usut punya usut, ternyata si 'Abang' ini duduk di kelas lima, satu tingkat di bawah adikku. Jan jangkrik tenan! Si 'Abang' ini bernama Dian, kuselidiki akunnya. Kulihat poto profilnya. Seorang anak kurus berkulit cokelat yang agaknya swafoto tersebut diambil menggunakan Hape Merk Mito. Burem dan berembun.
Si Dian ini tak hanya memanggil dirinya dengan 'Abang' di room chat bersama adikku. Ia juga memanggil adikku "Sayang"
Ondeh, karambia!
Saat itu, sebagai mbak yang mencoba bijak aku tak lantas mengambil keputusan untuk menyidang adik nomor tiga ini. Aku takut langkah yang salah akan membuat hubungan kami tak lagi kondusif. Sebagai kakak, aku ingin jadi sosok yang bisa dijadikan tempat cerita, perihal pengalaman baik atau buruk yang ia alami. Dengan begitu, aku pikir, aku bisa tau bagaimana adikku, ia percaya kepadaku dan ada keputusan solutif untuknya. Sehingga harapanku ia tidak salah langkah.
Atas dasar itu aku menyelidiki Si Jangkrik Abang tadi. Mulai dari menyambangi sekolah adikku. Hingga bertanya kepada sumber terpercaya. Adik nomor empat yang juga satu sekolah dengan adik nomor tiga.
Identitas sudah di tangan. Dan pada waktu yang aku rasa tepat aku mencoba bicara pada si Adik.
"Dik, si anu itu udah punya pacar, ya?" Tanyaku membuka obrolan.
"Iya, Kak, semenjak punya pacar nilainya turun" jawabnya
"Sering curhat masalah pacarnya?" Tanyaku lagi.
"Iya,"
Ia melanjutkan, "Satu geng adik rata-rata punya pacar semua"
Nah lo! Dapat poinnya. Menurut analisaku, ia dan Dian dekat karena teman satu gengnya memiliki pacar. Dan sebagai teman yang kalau keluar main jajan es bareng tentulah di saat perjalanan menuju abang-abang es mereka membicarakan pacar mereka. Dan adikku harus memiliki pengalaman yang sama agar genre obrolan tetap sewarna.
Adikku bukan tipikal orang yang peduli, namun sebagai anak perempuan yang hendak remaja yang kerap takjub dan penasaran serta tak mau ketinggalan arus 'nggibahin pacar' ia pun menjajal dunia perpacaran.
Dan yang baru-baru ini terjadi. Ia berbalas pesan denganku via pesan instan hingga jam 11 malam. Tidak biasanya, sebab, jam 9 saja dia sudah mengambil kuda-kuda untuk tidur.
Aku curiga, dia sedang chat dengan teman dekat. Bisa laki-laki atau perempuan. Dunia memang tidak berputar di sekelilingku. Aku sadar hal itu. Hal yang aku lakukan saat tidur larut malam saat seusianya bisa saja berbeda dengan alasan dia saat ini. Namun tak bisa aku hindari, rasa takut tetap saja menyergap.
Rasa percaya amat penting, dulu, orang tuaku mengambil sikap keras ketika mengetahui aku dekat dengan laki-laki. Bahkan si Papa mengatakan telah menyewa temanku untuk mengawasi tindak tandukku di sekolah. Dulu aku percaya, sekarang aku tau itu hanya bualan semata menakut-nakutiku. Dan pada saat itu, alih-alih aku menghentikan ekplorasi terhadap dunia percinta-monyetan. Aku malah curiga terhadap setiap teman dekatku, serta membuat manuver yang lebih canggih agar tidak ketahuan. Sebenarnya jika benar menyewa temanku, alangkah bijaknya jika uang itu dialokasikan untuk penambahan uang belanja untukku. Mungkin saja, aku tidak akan fokus di dunia percinta-monyetan, mungkin saja aku akan fokus hmmm, foya-foya.
Yang aku saat ini berusaha menjadi kakak selo, agar dipercaya, supaya ia tetap bercerita dan aku tetap mengenalnya.
Aku takut ia berubah. Meski aku tau adikku pasti berubah. Aku takut ia menjadi asing.
Aku percaya padanya. Aku percaya ia mampu menjaga dirinya. Aku hanya tidak percaya pada dunia yang beredar di sekelilingnya.
Lur, butuh saran. Aku kudu piye?