Rabu, 12 Juli 2017

Diary KKN 2017 "KKN nggak se-lebay itu"

Ndak biasanya aku uring-uringan ketika akan pergi jauh dari ketiak orangtua. Sebelum menuju lokasi Kuliah Kerja Nyata kemarin hatiku sedih plus sesak, rasanya kok belum ikhlas, belum puas menghabiskan jatah beras di rumah. belum lagi jejaka kampung sebelah lagi ganteng gantengnya, ah.
Sebelum berangkat aku diberi wejangan oleh ibu, teman, sahabat sampai abang  dari kampung seberang turut latah sok perhatian, sekali tidak ya tidak, Bang!
"Hati-hati makan di sana, banyak racun"  kata temanku dengan pandangan sedih dan sayu, seolah saat pulang KKN aku hanya tinggal nama.
"Jangan pacaran dengan anak kepala desa" sebut si abang via sebuah pesan singkat.
Sementara ibuku? Tak banyak kata ia berbicara melalui mata untuk hati-hati menjaga diri.
Perjalanan menuju Indragiri Hilir  8 jam waktu tempuh dari Pekanbaru. Normalnya 7 jam, namun kami banyak berhenti di beberapa lokasi untuk mengisi kampung tengah dan buang air.
Berangkat dari Pekanbaru langit menjatuhkan amunisi berupa air rintik-rintik. Makin lama hujan makin deras, di jendela kursi seat kedua pada mobil yang kami tumpangi air hujan perlahan menitik masuk. Hal ini terjadi karena tali yang digunakan untuk mengikat barang di bagian atap mobil memberikan celah bagi air hujan masuk.
Beruntung hujan tidak terlalu lama, jika tidak mungkin kami akan terkena demam berjamaah.
Medan yang kami lalui berdebu kala kemarau dan licin pasca hujan turun.
Aku dan teman satu posko KKN tiba pukul tujuh malam. Turun dari mobil aku melangkahkan kakiku dengan anggun memasuki posko. Baru dua langkah aku terpeleset mencium tanah. Sial, aku gagal keren!
Minggu awal kami berada di desa Kuala Keritang, banyak dihabiskan untuk bersilaturahmi ke rumah penduduk dan stakeholder desa, kepala desa welcome dengan kehadiran kami. Beliau bercerita bahwa ia merupakan alumni UIN yang pada masanya dulu bernama IAIN. Asik berbual, kemudian kami diarahkan untuk berpartisipasi dibeberapa program desa.
Salah satu dari (agak) banyak program kami ialah "magrib mengaji" dan pemberdayaan pemuda untuk menghidupkan kegiatan berbasis masjid.
Tak hanya kepala desa. Pun warga desa Kuala Keritang merupakan lingkungan penduduk yang ramah dan terbuka kepada mahasiswa-mahasiswa cupu seperti kami.
Kami diberikan hasil bumi seperti: pisang, kacang panjang, kelapa muda, dan ada perbaikan gizi kala wirid Yassin mingguan. Sesungguhnya KKN tidak benar-benar menderita jika membesarkan porsi bersyukur dalam sudut pandang kita.
Bagi yang merasa KKN bagai di neraka, mungkin situ teman seangkatan iblis dan kawan-kawannya.
Perihal isu bahwa makanan diberi racun itu hanya sekedar isu. Secara logis ndak mungkin kalau sudah berperilaku sopan dan tersenyum semanis gula setiap bertemu warga desa mau diracun juga?
Beda cerita kalo kamu PHP-in anak kepala desa.
KKN nggak se-lebay itu.
Situnya saja yang lebay.